Kamis, 03 November 2011

Pancasila

PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI
(Pendekatan Filosofis – Ideologis dan Konstitusional)

Pendidikan Pancasila dalam NKRI, terutama meliputi PKn bagi pendidikan dasar dan menengah; dan Pendidikan Pancasila bagi PT. Semuanya bertujuan membina kesadaran dan kebanggaan nasional SDM warga negara, sebagai subyek penegak budaya dan moral politik NKRI sekaligus sebagai bhayangkari integritas NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila.
Thema ini diklarifikasi dalam pendekatan filosofis-ideologis dan konstitusional, berdaasarkan asas imperatif. Artinya, setiap bangsa dan negara secara niscaya (a priori) mutlak melaksanakan visi-misi nilai filsafat negara (dasar negara, dan atau ideologi negara) sebagai fungsi bangsa dan negaranya. Maknanya, demi integritas bangsa dan negaranya maka mendidik kader bangsa ---semua warga negaranya--- untuk menegakkan sistem nilai kebangsaan dan kenegaraannya; seperti: sistem kapitalisme-liberalisme, zionisme, marxisme-komunisme, theokratisme, sosialisme wajarlah (baca: niscaya, kodrati) untuk membudayakannya! Tujuan ini hanya terwujud, berkat pendidikan yang dimaksud!
Berdasarkan asas normatif filosofis-ideologis dan konstitusional sebagai diamanatkan dalam UUD Proklamasi seutuhnya, dan demi integritas wawasan nasional dan SDM Indonesia yang adil dan beradab (bermartabat) maka ditetapkanlah program Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi.

I. INTEGRITAS NILAI FILSAFAT DAN IDEOLOGI PANCASILA
Bangsa Indonesia sepanjang sejarahnya dijiwai nilai-nilai budaya dan moral Pancasila sebagai diakui dalam amanat Bung Karno dalam Pidato di PBB September 1960: “.....berbicara tentang nilai dasar negara Pancasila, sesungguhnya kita berbicara tentang nilai-nilai warisan budaya dan filsafat hidup bangsa Indonesia sepanjang 2000 tahun berselang....”.
Berdasarkan kepercayaan dan cita-cita bangsa Indonesia, maka diakui nilai filsafat Pancasila mengandung multi - fungsi dalam kehidupan bangsa, negara dan budaya Indonesia.
Kedudukan dan fungsi nilai dasar Pancasila, dapat dilukiskan sebagai berikut:

Sesungguhnya nilai dasar filsafat Pancasila demikian, telah terjabar secara filosofis-ideologis dan konstitusional di dalam UUD Proklamasi (pra-amandemen) dan teruji dalam dinamika perjuangan bangsa dan sosial politik 1945 – 1998 (1945 – 1949; 1949 – 1950; 1950 – 1959 dan 1959 – 1998). Reformasi 1998 sampai sekarang, mulai amandemen I – IV: 1999 – 2002 cukup mengandung distorsi dan kontroversial secara fundamental (filosofis-ideologis dan konstitusional) sehingga praktek kepemimpinan dan pengelolaan nasional cukup memprihatinkan.
Berdasarkan analisis normatif filosofis-ideologis dan konstitusional demikian, integritas nasional dan NKRI juga akan memprihatinkan. Karena, berbagai jabaran di dalam amandemen UUD 45 belum sesuai dengan amanat filosofis-ideologis filsafat Pancasila secara intrinsik. Terbukti, berbagai penyimpangan dalam tatanan dan praktek pengelolaan negara cukup memprihatinkan, terutama dalam fenomena praktek: demokrasi liberal dan ekonomi liberal.
Demi cita-cita nasional yang diamanatkan para pahlawan dan pejuang nasional, khususnya the founding fathers dan PPKI maka semua komponen bangsa sekarang ---10 tahun reformasi--- berkewajiban untuk merenung (refleksi) dan mawas diri untuk melaksanakan evaluasi dan audit nasional apakah kita sudah sungguh-sungguh menegakkan integritas NKRI berdasarkan Pancasila – UUD 45 sebagai sistem kenegaraan Pancasila dan sistem ideologi nasional.
Kita semua bukan hanya melaksanakan visi-misi reformasi; melainkan secara moral nasional kita juga berkewajiban menunaikan amanat dan visi-misi Proklamasi, sebagaimana terkandung seutuhnya dalam UUD Proklamasi.

A. Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila – UUD Proklamasi
Dalam analisis kajian normatif-filosofis-ideologis dan kritis atas UUD 45 (amandemen) dan dampaknya dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan landasan pemikiran berikut:
1. Baik menurut teori umum hukum ketatanegaraan dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen dan Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental yang bersifat tetap; sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari segala sumber hukum dalam negara. Karenanya, kaidah ini tidak dapat diubah, oleh siapapun dan lembaga apapun, karena kaidah ini ditetapkan hanya sekali oleh pendiri negara (Nawiasky1948: 31 – 52; Kelsen 1973: 127 – 135; 155 – 162; Notonagoro 1984: 57 – 70; 175 – 230; Soejadi 1999: 59 – 81). Sebagai kaidah negara yang fundamental, sekaligus sebagai asas kerokhanian negara dan jiwa konstitusi, nilai-nilai dumaksud bersifat imperatif (mengikat, memaksa). Artinya, semua warga negara, organisasi infrastruktur dan suprastruktur dalam negara imperatif untuk melaksanakan dan membudayakannya.
Sebaliknya, tiada seorangpun warga negara, maupun organisasi di dalam negara yang dapat menyimpang dan atau melanggar asas normatif ini; apalagi merubahnya.
2. Dengan mengakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental, dan bagi negara Proklamasi 17 Agustus 1945 (baca: NKRI) ialah berwujud: Pembukaan UUD Proklamasi 1945. Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan mengamanatkan bahwa atas nama bangsa Indonesia kita menegakkan sistem kenegaraan Pancasila – UUD 45. Asas demikian terpancar dalam nilai-niai fundamental yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 45 sebagai kaidah filosofis-ideologis Pancasila seutuhnya. Karenanya dengan jalan apapun, oleh lembaga apapun tidak dapat diubah. Karena Pembukaan ditetapkan hanya 1 X oleh pendiri negara (the founding fathers, PPKI) yang memiliki legalitas dan otoritas pertama dan tertinggi (sebagai penyusun yang mengesahkan UUD negara dan lembaga-lembaga negara). Artinya, mengubah Pembukaan dan atau dasar negara berarti mengubah negara; berarti pula mengubah atau membubarkan negara Proklamasi (membentuk negara baru; mengkhianati negara Proklamasi 17 Agustus 1945). Siapapun dan organisasi apapun yang tidak mengamalkan dasar negara Pancasila ---beserta jabarannya di dalam UUD negara---; bermakna pula tidak loyal dan tidak membela dasar negara Pancasila, maka sikap dan tindakan demikian dapat dianggap sebagai makar (tidak menerima ideologi negara dan UUD negara). Jadi, mereka dapat dianggap melakukan separatisme ideologi dan atau mengkhianati negara.
3. Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara di dalam Penjelasan UUD 45; terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 (sebagai asas kerokhanian negara dan Weltanschauung bangsa) terutama:
"4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemnusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
III. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.
Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya."
Jadi, kedudukan Pembukaan UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar negara Pancasila; karenanya memiliki legalitas supremasi dan integritas filosofis-ideologis secara konstitusional (terjabar dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 45).
Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan menegakkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state) dengan membudayakannya.

B. Keunggulan Indonesia
Kita bangsa Indonesia wajib bersyukur dan bangga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa bahwa bangsa dan NKRI diberkati dengan berbagai keunggulan potensial, terutama:
1. Keunggulan natural (alamiah): nusantara Indonesia amat luas (15 juta km2, 3 juta km2 daratan + 12 juta km2 lautan, dalam gugusan 17.584 pulau); amat subur dan nyaman iklimnya; amat kaya sumber daya alam (SDA); amat strategis posisi geopolitiknya: sebagai negara bahari (maritim, kelautan) di silang benua dan samudera sebagai transpolitik-ekonomi dan kultural postmodernisme dan masa depan.
2. Keunggulan kuantitas-kualitas manusia (SDM) sebagai rakyat dan bangsa; merupakan asset primer nasional: 235 juta dengan karakteristika dan jatidiri yang diwarisinya sebagai bangsa pejuang (ksatria)…… ---silahkan dievaluasi bagaimana identitas dan kondisi kita sekarang!--- dalam era reformasi.
3. Keunggulan sosiokultural dengan puncak nilai filsafat hidup bangsa (terkenal sebagai filsafat Pancasila) yang merupakan jatidiri nasional, jiwa bangsa, asas kerokhanian negara dan sumber cita nasional sekaligus identitas dan integritas nasional.
4. Keunggulan historis; bahwa bangsa Indonesia memiliki sejarah keemasan: kejayaan negara Sriwijaya (abad VII - XI); dan kejayaan negara Majapahit (abad XIII - XVI) dengan wilayah kekuasaan kedaulatan geopolitik melebihi NKRI sekarang (dari Taiwan sampai Madagaskar).
5. Keunggulan sistem kenegaraan Pancasila sebagai negara Proklamasi 17 Agustus 1945; terjabar dalam asas konstitusional UUD 45:
a. NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi);
b. NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat);
c. NKRI sebagai negara bangsa (nation state);
d. NKRI sebagai negara berasas kekeluargaan (paham persatuan, wawasan nasional dan wawasan nusantara);
e. NKRI menegakkan sistem kenegaraan berdasarkan UUD Proklamasi yang memancarkan asas konstitusionalisme melalui tatanan kelembagaan dan kepemimpinan nasional dengan identitas Indonesia, dengan asas budaya dan asas moral filsafat Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Asas demikian memancarkan keunggulan sistem filsafat Pancasila (sebagai bagian dari sistem filsafat Timur) dalam menghadapi tantangan dan godaan masa depan: neo-liberalisme, neo-imperialisme dalam pascamodernisme yang mengoda dan melanda bangsa-bangsa modern abad XXI.

Keunggulan potensial demikian sinergis dan berpuncak dalam kepribadian SDM Indonesia sebagai penegak kemerdekaan dan kedaulatan NKRI yang memancarkan budaya dan moral Pancasila dalam mewujudkan cita-cita nasional. Potensi nasional dan keunggulan NKRI akan ditentukan oleh kuantitas-kualitas SDM yang memadai + UUD Negara yang mantap terpercaya ---bukan kontroversial sebagaimana UUD 45 amandemen---. Melalui pendidikan nasional kita membina SDM unggul-kompetitif-terpercaya sebagai subyek penegak dan bhayangkari sistem kenegaraan Pancasila – UUD Proklamasi!

II. SISTEM FILSAFAT DAN SISTEM KENEGARAAN
Setiap bangsa dan negara menegakkan sistem kenegaraannya berdasarkan sistem filsafat dan atau ideologi nasionalnya; nilai fundamental ini menjiwai, melandasi dan memandu tatanan dan fungsi kebangsaan, kenegaraan dan kebudayaan, yang secara umum diakui sebagai Weltanschauung!
Sistem filsafat terutama mengajarkan bagaimana kedudukan, potensi dan martabat kepribadian manusia di dalam alam; khususnya dalam masyarakat dan negara. Karenanya, ajaran ini melahirkan teori hak asasi manusia (HAM) dan teori kekuasaan (kedulatan) dalam negara; termasuk sistem ketatanegaraan dan sistem negara hukum.
Jadi, sistem kedaulatan maupun sistem negara hukum adalah ajaran filsafat yang bertujuan menjamin HAM dalam budaya dan peradaban, istimewa dalam sistem kenegaraan.

A. Ajaran Sistem Filsafat tentang Kedudukan dan Martabat Manusia
Sejarah HAM membuktikan bahwa sepanjang peradaban senantiasa dalam tantangan: Mesir purbakala, Cina, Yunani. . . sampai kolonialisme-imperialisme di Asia dan Afrika baru runtuh pertengahan abad XX.
Nilai demokrasi sebagai suatu teori kedaulatan, atau sistem politik (kenegaraan) diakui sebagai teori yang unggul, karena mengakui kedudukan, hak asasi, peran (fungsi), bahkan juga martabat (pribadi, individu) manusia di dalam masyarakat, negara dan hukum.
Secara universal diakui kedudukan dan martabat manusia sebagai dinyatakan, antara lain: “. . . these values be democratically shared in a world-wide order, resting on respect for human dignity as a supervalue . . .” (Bodenheimer 1962: 143). Sebagaimana juga Kant menyatakan: “. . .that humanity should always be respected as an end it self (Mc Coubrey & White 1996: 84)
Pemikiran mendasar tentang jatidiri bangsa, peranannya dalam memberikan identitas sistem kenegaraan dan sistem hukum, dikemukakan juga oleh Carl von Savigny (1779 - 1861) dengan teorinya yang amat terkenal sebagai Volkgeist ---yang dapat disamakan sebagai jiwa bangsa dan atau jatidiri nasional---. Demikian pula di Perancis dengan "teori 'raison d' etat' (reason of state) yang menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara (the rise of souvereign, independent, and nationa state)". (Bodenheimer 1962: 71-72)
Demikianlah budaya dan peradaban modern mengakui dan menjamin kedudukan manusia dalam konsepsi HAM sehingga ditegakkan sebagai negara demokrasi, sebagaimana tersirat dalam pernyataan: “. . . fundamental rights and freedom as highest value as legal.” (Bodenheimer 1962: 149) sebagaimana juga diakui oleh Murphy & Coleman: “. . . respect to central human values . . .” (1996: 22; 37).
Berdasarkan berbagai pandangan filosofis di atas, wajarlah kita bangga dengan filsafat Pancasila yang mengakui asas keseimbangan HAM dan KAM, sekaligus mengakui kepribadian manusia sebagai subyek budaya, subyek hukum dan subyek moral.
Secara normatif filosofis ideologis, negara RI berdasarkan Pancasila – UUD 45 mengakui kedudukan dan martabat manusia sebagai asas HAM berdasarkan Pancasila yang menegakkan asas keseimbangan hak asasi manusia (HAM) dan kewajiban asasi manusia (KAM) dalam integritas nasional dan universal.
Sebagai integritas nasional bersumber dari sila III, ditegakkan dalam asas Persatuan Indonesia (= wawasan nasional) dan dijabarkan secara konstitusional sebagai negara kesatuan (NKRI dan wawasan nusantara). Bandingkan dengan fundamental values dalam negara USA sebagai terumus dalam CCE 1994: 24-25; 53-55, terutama: "Declaration of independence, Human Rights, E Pluribus Unum, the American political system, market economy and federalism."
NKRI berdasarkan Pancasila - UUD 45 memiliki integritas-kualitas keunggulan normatif filosofis-ideologis dan konstitusional: asas theisme-religious dan UUD Proklamasi menjamin integritas budaya dan moral politik yang bermartabat.

B. Ajaran Sistem Filsafat Pancasila dan Sistem Kenegaraan RI
Filsafat Pancasila cukup memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas kedudukan dan martabat manusia (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila mengutamakan asas normatif theisme-religious:
1. bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2. bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3. kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a. manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I).
b. manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan
c. manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Kedua asas fundamental ini memancarkan identitas dan keunggulan sistem kenegaraan RI berdasarkan Pancasila – UUD 45.
Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya --- karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia---.
(Cermati keunggulan dan integritas NKRI sebagai diuraikan dalam I. B dan II. B).

III. SISTEM KENEGARAAN PANCASILA, AMANAT KONSTITUSIONAL UUD 45 (UUD Proklamasi) DAN PEMBUDAYAANNYA
Sesungguhnya secara filosofis-ideologis-konstitusional bangsa Indonesia menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan dalam tatanan negara Proklamasi, sebagai NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45, dengan asas dan identitas fundamental, adalah fungsional sebagai asas kerokhanian-normatif-filosofis-ideologis dalam UUD 45. Artinya, dasar negara Pancasila (filsafat Pancasila) ditegakkan dan dikembangkan sebagai sistem ideologi negara (ideologi nasional). Secara kelembagaan negara, ditegakkan sebagai sistem kenegaraan (in casu: sistem kenegaraan Pancasila; analog dengan: sistem negara kapitalisme-liberalisme; dan sosialisme, atau marxisme-komunisme).
Demi integritas sistem kenegaraan Pancasila sebagai diamanatkan UUD Proklamasi 45, maka secara imperatif (mutlak, mengikat dan memaksa) Pemerintah bersama semua komponen bangsa berkewajiban untuk menegakkan dan membudayakannya; dalam makna menegakkan: N-Sistem Nasional.

A. Filsafat Pancasila Sebagai Sistem Ideologi Nasional
Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila sebagai ideologi nasional (Weltanschauung); asas kerokhanian negara dan jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik nasional, terjabar secara konstitusional:
1. Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: sila IV).
2. Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI.
3. Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai negara hukum Pancasila.
4. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan kenegaraan RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral manusia warga negara dan politik kenegaraan RI.
5. Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungai seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia. Negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan: sila III-IV-V); ditegakkan dalam sistem ekonomi Pancasila (M Noor Syam, 2000: XV, 3).
Semua asas filosofis-ideologis demikian terjabar dalam UUD Proklamasi; karenanya kewajiban semua lembaga negara dan kepemimpinan nasional untuk melaksanakan amanat konstitusional dimaksud; terutama NKRI dengan identitas sebagai negara demokratis dan negara hukum menegakkan HAM dengan asas dan praktek budaya dan moral politik yang dijiwai moral filsafat Pancasila ---yang beridentitas theisme-religious---. Amanat konstitusional ini secara kenegaraan terutama menegakkan moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab; dalam NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat) demi supremasi hukum dan keadilan serta keadilan sosial (oleh semua, untuk semua!).
Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan mewujudkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state).
Perwujudan Sistem NKRI Berdasarkan Pancasila - UUD 45

(MNS, 1985)
skema 1
Asas normatif fundamental ini bersumber dari sistem filsafat Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. (Bandingkan dengan berbagai sistem filsafat yang melandasi sistem kenegaraan dari: negara komunisme, negara liberalisme-kapitalisme; negara sosialisme, zionisme maupun fascisme). Jadi, bangsa dan NKRI secara normatif memiliki integritas dan kualitas keunggulan sistem kenegaraan; karenanya kita optimis dapat menjadi bangsa dan negara jaya (MNS, 2000: 45)
B. Sistem Kenegaraan Pancasila Tegak dalam N-Sistem Nasional
Menegakkan filsafat Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional, secara kebangsaan dan kenegaraan berwujud sistem kenegaraan Pancasila. Sebab, setiap sistem kenegaraan dilandasi sistem filsafat dan atau sistem ideologi.
Kesadaran dan kebanggaan nasional suatu bangsa terpancar dalam asas kebangsaan (nasionalisme); sebagai wujud kesadaran jatidiri bangsa (jatidiri nasional, identitas nasional) yang ditegakkan dalam semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem kenegaraan demikian berwujud dikembangkannya dan ditegakkannya berbagai sistem nasional sebagai pengamalan dan pembudayaan dasar negara dan ideologi negara.
Pengembangan dan pembudayaan sistem nasional ini sebagai wujud kesadaran nasional dan wawasan nasional; sekaligus sebagai fungsi dari asas imperatif konstitusional sistem ideologi nasional. Sebaliknya, tidak dikembangkan dan dibudayakannya N-sistem nasional adalah fenomena degradasi nasional yang bermuara: disintegrasi nasional; dan keruntuhan sistem kenegaraannya.
Secara formal-struktural-kenegaraan asas normatif filosofis-ideologis Pancasila dikembangkan (dijabarkan) dalam tatanan kenegaraan sebagai terlukis dalam skema berikut.


*) = N = sejumlah sistem nasional, terutama:
1. Sistem filsafat Pancasila
2. Sistem ideologi Pancasila
3. Sistem Pendidikan Nasional (berdasarkan) Pancasila
4. Sistem hukum (berdasarkan) Pancasila
5. Sistem ekonomi Pancasila
6. Sistem politik Pancasila (= demokrasi Pancasila)
7. Sistem budaya Pancasila
8. Sistem Hankamnas, Hankamrata
(MNS, 1988)
skema 2

Secara fundamental: normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional skema di atas melukiskan asas normatif: praktek budaya dan moral politik bangsa negara sebagaimana tersurat dan tersirat dalam UUD Proklamasi (UUD 45). Pengamalan amanat dimaksud terjabar dalam UUD 45, dan dikembangkan di dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998 serta dilengkapi dengan Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM.
IV. PROGRAM MENDASAR PENDIDIKAN PANCASILA DI PT
Sebagai amanat nilai dasar negara dan UUD negara, maka sistem pendidikan nasional berkewajiban (imperatif) melaksanakan visi-misi pembudayaan nilai dasar negara Pancasila, baik sebagai dasar negara maupun sebagai ideologi negara (ideologi nasional). Visi-misi demikian tersurat dan tersirat dalam UUD Proklamasi seutuhnya.
Untuk pelaksanaannya secara melembaga, sebagai kurikulum dasar (core curriculum, kurikulum inti) semua jenjang dan jenis pendidikan melaksanakan dengan berpedoman kepada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Inilah visi-misi Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi khususnya, dan pendidikan kewarganegaraan (PKn) untuk semua tingkat dan jenis pendidikan umumnya.

Memorandum
Dengan berpedoman kepada pasal-pasal UUD Proklamasi ini, dapat dikembangkan tujuan, isi dan program pembinaan SDM unggul-kompetitif-terpercaya sebagai subyek dalam NKRI. Mereka wajib dikembangkan sesuai kaidah fundamental Pancasila dan UUD Proklamasi; terutama
1. Pembudayaan dasar negara Pancasila, khususnya sila I (Pasal 29) sebagai landasan moral watak dan kepribadian SDM Indonesia;
2. Dalam bidang HAM mulai nilai sila I – II – IV dan V, dan jabarannya dalam UUD (Pasal 28, 34) perlu pembudayaan dan pengamalan yang nyata.
3. Khusus kondisi sosial ekonomi, karena cukup menyimpang dari nilai dasar Pancasila dan UUD (terutama sila V dan Pasal 33, 34) maka realitas aktual berupa ekonomi liberal dan penguasaan berbagai sumber daya alam yang vital dan potensial oleh investor, maka pendidikan kita kepada generasi penerus menjadi sekedar propaganda dan kebohongan publik (yang mungkin ditertawakan mereka).

Peraturan Perundangan yang melandasi dan Kelembagaan pelaksana pendidikan nasional wajib dan sungguh-sungguh dijiwai moral Pancasila, dilandasi dan dipandu UUD Proklamasi. Karenanya, ketentuan-ketentuan di bawah ini mutlak (imperatif) untuk ditinjau (direvisi, dicabut) demi kebenaran dan keadilan yang diamanatkan dasar negara Pancasila dan UUD Proklamasi:
1. Cermati dan hayati: RUU BHP sebagai peningkatan dari PP No. 61 tahun 1999 tentang PTN sebagai BHMN (sungguh bertentangan dengan Pasal 31 dan 33 UUD Proklamasi);
2. Peraturan Presiden No. 76 dan 77 tahun 2007 tentang PMDN dan PMA yang Tertutup dan Terbuka (terutama: hayati items: 71 – 75) yang membahayakan jatidiri dan integritas kepribadian generasi muda bangsa!
3. Senantiasa mewaspadai gerakan separatisme-ideologi, kanan: (neoliberalisme, ekstrim kanan) dan ekstrim kiri (neo-PKI, KGB dan semua komponennya).

A. Landasan Pelaksanaan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi
Meskipun UU No. 20 tahun 2003 tidak mengandung kurikulum yang khusus adanya program Pendidikan Pancasila, namun tetap diakui bahwa nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara menjadi core curriculum (kurikulum dasar, kurikulum inti), sebagai nilai dasar (nilai fundamental, core values) Indonesia.
Program pendidikan Pancasila di PT bahkan menjadi prioritas mendesak, supaya para kader ilmuan, termasuk kader kepemimpinan dalam NKRI memiliki wawasan nasional yang memadai demi tegaknya budaya dan moral politik nasional dari sistem kenegaraan Pancasila.
Analisis: fenomena era reformasi, hampir semua komponen bangsa terlanda praktek budaya dan moral politik liberalisme dan neoliberalisme; bahkan juga hanya memuja kebebasan (baca: liberalisme) atas nama: demokrasi dan HAM. Akibatnya, kondisi nasional makin mengalami konflik horisontal dan degradasi nasional; bahkan juga bangkitnya neo-PKI (komunis gaya baru/KGB) dengan berbagai ormas mereka (PRD, Papernas, dan sebagainya).

1. Program perkuliahan berpedoman kepada GBPP Pendidikan Pancasila yang ditetapkan SK Dirjen Dikti No. 43/Dikti/Kep/2006, 2 Juni 2006 tentang Rambu-rambu Kelompok MKPK (Mata Kuliah Pembinaan Kepribadian) di PT.
2. Pengembangan SAP yang ada dapat disesuaikan dengan kondisi bangsa negara RI sebagai kelanjutan reformasi dan tantangan globalisasi-liberalisasi-postmodernisme dan kebangkitan neo-PKI (KGB).
3. Supaya para dosen mewajibkan mahasiswa untuk menulis:
a. Makalah (dengan alternatif topik: berbagai bidang sosial politik, ekonomi, hukum, HAM maupun demokrasi; seperti: ekonomi Pancasila, ekonomi kerakyatan, demokrasi Pancasila; dan sebagainya antara 2-3 halaman diketik kwarto).
b. Ringkasan dari kepustakaan wajib dalam 3 – 4 halaman kwarto (print out).
c. Khusus bidang hukum, topik makalah, misal: NKRI Negara Hukum; Menegakkan Supremasi Hukum berdasarkan Pancasila – UUD 45; Menegakkan dan Menjamin HAM dalam Negara Hukum RI; Piagam PBB tentang HAM Universal dalam Tantangan Dunia Modern; Multi Partai dan Kebebasan (Demokrasi) Pancasila.
d. Pembudayaan dan Pelestarian Ideologi Pancasila dalam Era Liberalisasi; Globalisasi dan Pascamodernisme Menggoda dan Melanda Negara Bangsa (Nation State) dalam Fenomena abad XXI sebagai dimaksud ad. 2. di atas.

B. Program dan GBPP Pendidikan Pancasila di PTN-PTS
Program dimaksud secara mendasar dan komprehensif dapat dibahas melalui thema dan sub-thema dalam GBPP yang dikembangkan dosen dan team dosen, terutama meliputi:
1. Nusantara, sosio budaya dan sejarah nasional sebagai geopolitik dan geostrategis.
2. Filsafat hidup dan filsafat negara Pancasila (pokok-pokok ajarannya)
3. Kedudukan dan fungsi Pembukaan UUD 45 dan hubungannya dengan Batang Tubuh dan Penjelasan.
4. Negara RI sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi, yakni demokrasi Pancasila; asas dan tata kerja kelembagaannya).
5. Kedudukan dan fungsi kelembagaan berdasarkan UUD 45 (pra dan pasca amandemen).
6. Sistem NKRI sebagai nation state: wawasan nasional dan wawasan nusantara. Waspada terhadap berbagai kelompok ekstrim (kiri dan kanan) yang mengancam integritas nasional.
7. Negara RI sebagai negara hukum: asas-asas dan sifat negara hukum.
8. Teori-teori HAM; dan ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila.
9. Ekonomi kerakyatan sebagai demokrasi ekonomi: pemberdayaan rakyat sebagai subyek ekonomi (teori dan praktek ekonomi Pancasila).
10. Pembinaan dan pengembangan SDM berkualitas sebagai manusia Indonesia baru memasuki abad XXI sebagai tantangan globalisasi-liberalisasi dan pascamodernisme: neoliberalisme-neoimperialisme.
11. Tantangan kebangkitan ideologi marxisme-komunisme-atheisme
12. Asas Ketahanan Nasional (trigatra + pascagatra = astagatra); sebagai bagian dari geostrategi politik NKRI.
13. Asas-asas Wawasan Nusantara; nation state, jiwa kekeluargaan dan kesadaran nasional (nasionalisme Indonesia: sila III Pancasila).
14. SDM Pancasilais sebagai subyek penegak sistem kenegaraan Pancasila (unggul-kompetitif-terpercaya), dan wujud Ketahanan Nasional yang aktual!
15. Kesadaran tanggungjawab bina alam lingkungan hidup dan sumber daya alam (ALH + SDA) lokal, nasional dan global.

Kami harapkan GBPP yang ada dilengkapi pula dengan pokok-pokok sbb:
Materi pokok program Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, terutama meliputi:
1. Mantapnya rumusan tujuan pendidikan; secara mendasar dan komprehensif, dan dijabarkan dalam komponen-komponen kepribadian SDM sebagai penegak dan bhayangkari sistem kenegaraan Pancasila.
2. Mantapnya thema dan sub-thema pembahasan (sebagai diusulkan berikut), sesuai dengan scope kebangsaan dan kenegaraan dalam sistem kenegaraan Pancasila sebagai bangsa negara modern, berbudaya dan beradab; dan
3. Mantapnya thema dan sub-thema pembahasan tentang kehidupan nasional dalam antar hubungan internasional (global): mulai politik bebas aktif; organisasi internasional: PBB dan semua komponennya: IMF, World Bank; termasuk GNB dan APEC; serta organisasi regional (ASEAN, SEAMEO).

Demi ketahanan nasional mendesak dilaksanakannya pembudayaan dasar negara Pancasila, yang dipercayakan kepada lintas kelembagaan negara (Mendiknas; Mendagri; Menag; LIPI; Lemhannas; Wantannas; Meneg Pemuda dan Olah Raga (Menpora); dan Meneg Komunikasi dan Informasi (yang melaksanakan sosialisasi, pembudayaan) secara nasional; serta berbagai potensi dalam komponen-komponen kelembagaan keagamaan: seperti tokoh-tokoh MUI, para ulama dan pemuka agama dari berbagai agama)
Dalam kehidupan dunia modern yang makin dinamis, terutama adanya globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme, bangsa Indonesia senantiasa mampu tegak dalam pergaulan internasional berdasarkan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian dunia demi kesejahteraan umat manusia.
Semoga bermanfaat.

Malang, 11 Maret 2008

Mohammad Noor Syam
(Lab. Pancasila Universitas Negeri Malang)

Disampaikan kepada:
Yth. Bapak Cecep Darmawan, via: cecepdarmawan@yahoo.com


B A C A A N

Ary Ginanjar Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII), Jakarta, Penerbit Arga Wijaya Persada.
_________________ 2003: ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, (Jilid II), Jakarta, Penerbit ArgaWijaya Persada.
Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble, Inc.
Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education.
Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung, Penerbit Alumni.
Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell
McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd.
Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratorium Pancasila.
------------------ 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6.
UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO

CATATAN
Untuk Dewan Redaksi kami serahkan naskah dengan judul tersebut, sebagai pemikiran mendasar dan mendesak dalam era reformasi. Semoga dapat dimuat (bila mungkin utuh; atau dijadikan bersambung: 1 – 2 penerbitan). Terima kasih.
Pola penulisan dalam Jurnal: dimulai Abstrak, dilengkapi kata kunci, bila diperlukan:

Abstrak
Pancasila dasar negara RI, adalah ideologi nasional, terjabar dalam UUD Proklamasi. Kelembagaan dan kepemimpinan negara wajib menegakkan dan membudayakannya; demikian pula bagi generasi penerus. Karenanya, negara (i.c. Pemerintah) wajib mendidikkannya bagi generasi penerus. Hanya dengan demikian visi-misi nasional akan terlaksana, dan integritas bangsa dalam NKRI berdasarkan Pancasila – UUD Proklamasi tegak lestari.
Kata kunci
Dasar negara Pancasila, ideologi negara, UUD Proklamasi; SDM warga negara; budaya dan moral politik; moral SDM Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar